Sebagai seorang paramedis kesehatan yang belajar banyak mengenai sakit, penyakit, dan proses penanggulangan penyakit, tidak heran jika saya familiar mendengar kabar dan kerap kali didongengi hal perihal penyakit kronis, penyakit langka, penyakit yang belum ditemukan obatnya, kanker stadium akhir, final stage, hingga dead vonis.
Jelas berita berita ini
tidak enak untuk didengar telinga, juga bukan bahan obrolan tepat kala ngopi
ngeteh cantik bersama kawan. Bagaimana tidak, ini membuat kuduk pendengar
merinding, menyuguhkan kenyataan pahit, mengingatkan mengenai hal yang paling
ingin dihindarkan dari pikiran bahagia kala muda, yaitu kematian.
Tapi bukankah kematian
adalah hal yang absolut? Tak perlu dijemput akan jelas datangnya.
Hal yang saya ingat jelas
dari kenangan kabur kuliah farmakologi (mengenai penyakit dan mekanisme aksi
obat untuk melawan penyakit) adalah setiap penyakit selalu diusahakan agar ada
obatnya, entah itu dari alam ataupun dari sintesis kimia hingga memanfaatkan
kerja imun dan rekayasa genetik yang
kini gencar dikembangkan. Sayang sungguh sayang, setiap obat yang ditemukan
selalu ada efek sampingnya. Yang mana efek samping itu jika tidak ditangani
dengan baik akan memicu penyakit lain hingga akhirnya menimbulkan komplikasi.
Bingung? Simpelnya saya disini ingin berkata bahwa apapun penyakit inisiatornya,
ujung-ujung cerita selalu mengarah pada à kematian.
Mau dikata apa? Kematian itu
sepasti munculnya mentari di pagi hari, apa yang diributkan dari itu?
Maka menurut saya, mereka
yang terkena dead vonis dan mendapat perkiraan
sisa umur adalah orang-orang pilihan dan sungguh mereka termasuk sedikit dari
orang-orang yang beruntung. Hakikatnya setiap orang mutlak akan kembali ke
pangkuan Rabbnya, jika tidak saat ini, mungkin esok hari. Kalau bukan esok
hari, mungkin saja lusa, kalau lusa masih saja bernafas mungkin ajal menyuruh
kita sabar, karena izrail baru akan datang dalam hitungan tahun ke depan.
Perbedaan mereka yang
sekarang sehat dengan mereka yang divonis mati adalah dalam hal mempersiapkan
diri. Mempersiapkan diri untuk menyambut panggilan dan bertemu dengan Rabbnya.
Mari kita misalkan agenda
‘mempersiapkan diri’ ini dengan kegiatan responsi atau ujian di perkuliahan, andai
kita tahu tanggal berapa responsi dan ujian itu akan dilaksanakan, pasti kita
akan belajar sungguh-sungguh supaya mendapat nilai tertinggi. Or at least kalau
ala orangtua adalah berusaha terbaik untuk hasil yang terbaik. Nah, beda ceritanya
dengan kuis dadakan yang kerap di gelar sekali dua dalam satu semester, kuis itu
mendadak, membuat kita blank, harus toleh kanan kiri karena tidak tahu apa yang
harus ditulis di lembar jawab.
Pun dengan kematian, jika
kita tahu tenggat waktu yang tersisa dari hidup ini, pastilah kita akan
berusaha sebaik mungkin menjalani hidup, beribadah lebih khusyuk, berbakti pada
orang tua dengan sejatinya bakti, mencintai anak-anak dalam gerak dan laku, memanfaatkan
waktu dengan amat sangat bijaksana, memperbanyak sedekah, mengumbar senyum lebih
sering, memaafkan dengan tulus, ikhlas dalam setiap hal...melakukan segala
kebaikan hingga rasanya dipanggil
esok hari pun sudah siap.
Beda halnya dengan mereka
yang saat ini sehat, mereka tidak
tahu kapan jatuh tempo bagi urut gilirnya, dan tidak sedikit dari mereka yang
lupa alpa, bahwa mereka sebenarnya juga terincar
oleh sakaratul maut.
Bukankah tidak perlu
sakit atau tervonis mati oleh dokter jika hanya menjadi calon mayat?
Mati itu sebuah kepastian
yang mutlak. Bisa saja dokter yang memberi dead vonis pada pasien kritisnya
meninggal lebih dulu dari sang pasien.
Paradoks bukan? Hanya saja, kuasa Alloh
memang lebih dari segalanya.
Kalau lah timeline garis
takdir Alloh untuk hidup kita bisa diakses, maka sejatinya *dari sudut pandang
muda saya* tidak akan ada pemuda shalih yang memakmurkan masjid, serentak
mereka memilih untuk hura-hura dan tenggelam dalam gejolak gila masa muda. Karena
toh mereka tahu kapan ajal menjemput, dikalkulasi dari usia mereka yang
sekarang dan ternyata masih lama, maka kesimpulannya: baguslah, taubatku nanti
saja, lima tahun sebelum ajal menjemput, sekarang mari menjadi muda, beda dan
berbahaya.
Benar-benar kacau dan
berbahaya. Tak heran masa depan akan selalu menjadi rahasia.
Begitupun
dengan mati, bagi tiap jiwa.
Sekali lagi, ditulis
karena mati itu pasti
Mengetahui kapan kita
akan mati, tidak akan seburuk yang kita kira
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar =D