Usai otsuka, meluncurlah kami ke
daerah Jakarta Barat, menuju ke penginapan. Dan penginapan yang dipilih adalah
Hotel Fofic. Dipilih karena konon katanya, dekat dengan Museum Fatahillah atau
daerah Kota Tua Jakarta, hanya sekitar 200 meter. Untuk hotel ini saya sih ngga
recommended, meskipun kita tour dan hampir 200 an orang yang ikut, bukan
berarti pelayanan seadanya. Kamar lembab seolah lama ngga dibersihkan, kamar
mandi tidak nyaman sama sekali. Ini bisa jadi pilihan terakhir kalo kepepet,
but if there is other choice, milih yang laen aja, hoho
Museum Fatahillah / Stadhuis/ Kantor Gubernur Belanda jaman dulu malam hari (pic the putro) |
cafe batavia, indomaret, dan museum wayang pic : kompas |
Soal kota tua, kota tua dimalam
hari is so damn romantic. Meski saya harus ketawa ngakak karena ada indomaret
yang so out of place di areal gedung gedung bersejarah itu.
Overall tempat ini
tidak berbeda jauh dengan nol kilometer jogja dan kota lama-nya semarang. Diseputaran
tempat ini bisa dijumpai banyak seniman, penjual suvenir cinderamata, penjaja
minum hangat, dan well (sedihnya) para pengemis.
Mungkin ada beberapa hal yang
berbeda misalnya ada bekas gedung terbakar, ada cafe batavia harganya mahal
gila, secangkir teh dihargai 27K IDR dan steak 400K IDR. Hedeh. kenapa saya
tahu? Karena temen saya ada yg sok abis, nyobain makan disitu. Pesen makan 1
dan teh 1 gelas buat berempat karena ngga ada duit. Haha.
Warning : Mahal :p |
In fact, saya quiet thrilled
mengunjungi kota tua ini, karena saya sedang membaca Jacatra Secret, a novel
that told us about secret satanic symbol di Jakarta yang dulu dibangun oleh
VOC. Dan... museum fatahillah memang penuh berisi lambang-lambang itu. Sayang
saya hanya bisa berkunjung di malam hari, keingintahuan untuk mengexplore kalah
dengan rasa khawatir dan takut. At least di malam gelap itu, meriam Si Jagur
sudah saya lihat secara live, selain itu bangunan kubah oktagon tempat keluar
air yang style-nya ala gereja bundar templar, gerbang utama Stadhuis plus batu
ketujuh dari 13 batu bingkai gerbang yang juga terukir dengan pahatan mawar
berkelopak tigabelas juga sudah saya lihat. Sayang, patung Dewa Hermes yang membawa Bowl of Hygenia ngga bisa dilihat karena berada di bagian belakang Museum, kita ngga berani kesana