lama terdiam, memimpikan sesuatu yang tak wajar.
apa itu gerangan?
. . .
menikam diri, dan ber-reinkarnasi, setidaknya menjadi bayangan bidadari.
tik, tik, tik, detik berderik
sepiku terusik, malaikat bijak bertanya, "ke manakah bayangmu?"
senyum sinis menyapanya, "Mati. Dalam derita rasa iri. "
malaikat bergeleng, tak puas dan jengkel karena ketus jawaban dariku
"Lantas apa yang bersinar redup di hatimu kalau begitu?"
dengan sangat halus cermin raksasa bergerak menghampiri
menuju tepat ke arah mata ini memandang
aku berkaca dan tersadar
bayangan ini bukannya pudar,
tapi memang tersamar
oleh kecemburuan yang kian menjalar.
dari bilik sebelah kiri seseorang meneriakiku, kaget kutoleh wajah, tapi tak nampak siapapun sampai batas cakrawala memandang.
"Sampai kapan kau akan bertahan
dengan segala yang kaupaksakan untuk tenggelam
sedang pelita aura itu tak kau biarkan bersinar?"
"bukan mentari yang kami tuntut,
menjadi yang baik dan sesuai syarah sudah cukup.
bukan bidadari yang kami inginkan
seseorang yang tangguh dan selalu bersyukurlah yang kami dambakan"
selesai suara itu, lalu hening beberapa lama
ada bisikan kini,
"Tak perlu gunakan iya
jika 'tidak' juga masih berguna."
"Jangan berlari memburu bidadari,
bahkan ribuan bidadari pun tak kuasa mengganti
sekubik keping hati yang punya semangat memperbaiki diri.
KAU TAK AKAN PERNAH TERGANTI!!!"
melalui tanganNya kau tercipta
berarti, kaulah pengemban risalah cinta
bukan bidadari sempurna bertangan hampa
ada senyum merekah, dari bibir Malaikat bersayap putih
dia turunkan sayapnya, mendekati, membelai lembut wajahku
Dengan sangat perlahan dia ejakan kalimat ini
"Basuh kedengkian dan kecemburuan,
niscaya sinarmu seindah permata pualam."
apa itu gerangan?
. . .
menikam diri, dan ber-reinkarnasi, setidaknya menjadi bayangan bidadari.
tik, tik, tik, detik berderik
sepiku terusik, malaikat bijak bertanya, "ke manakah bayangmu?"
senyum sinis menyapanya, "Mati. Dalam derita rasa iri. "
malaikat bergeleng, tak puas dan jengkel karena ketus jawaban dariku
"Lantas apa yang bersinar redup di hatimu kalau begitu?"
dengan sangat halus cermin raksasa bergerak menghampiri
menuju tepat ke arah mata ini memandang
aku berkaca dan tersadar
bayangan ini bukannya pudar,
tapi memang tersamar
oleh kecemburuan yang kian menjalar.
dari bilik sebelah kiri seseorang meneriakiku, kaget kutoleh wajah, tapi tak nampak siapapun sampai batas cakrawala memandang.
"Sampai kapan kau akan bertahan
dengan segala yang kaupaksakan untuk tenggelam
sedang pelita aura itu tak kau biarkan bersinar?"
"bukan mentari yang kami tuntut,
menjadi yang baik dan sesuai syarah sudah cukup.
bukan bidadari yang kami inginkan
seseorang yang tangguh dan selalu bersyukurlah yang kami dambakan"
selesai suara itu, lalu hening beberapa lama
ada bisikan kini,
"Tak perlu gunakan iya
jika 'tidak' juga masih berguna."
"Jangan berlari memburu bidadari,
bahkan ribuan bidadari pun tak kuasa mengganti
sekubik keping hati yang punya semangat memperbaiki diri.
KAU TAK AKAN PERNAH TERGANTI!!!"
melalui tanganNya kau tercipta
berarti, kaulah pengemban risalah cinta
bukan bidadari sempurna bertangan hampa
ada senyum merekah, dari bibir Malaikat bersayap putih
dia turunkan sayapnya, mendekati, membelai lembut wajahku
Dengan sangat perlahan dia ejakan kalimat ini
"Basuh kedengkian dan kecemburuan,
niscaya sinarmu seindah permata pualam."
Untuk semua yang pernah merasa cemburu pada bidadari.
Bersyukurlah!
Karena, sejatinya kaulah sang bidadari.