Tahu writers block?
Fenomena yang menyerang para penulis ketika ilham menulisnya mampet dan tidak bisa dikeluarkan. Yang akhirnya membuat ide-ide dan karya-karya baru tidak lagi dihasilkan.
Pernah mengalaminya?
Meskipun bukan penulis, tapi saya sering sekali mengalami itu (poor mee T_T).
Pada kasus saya, hal itu biasanya terjadi saat saya bersemangat menulis, tapi tiba-tiba harus terhenti karena sesuatu dan tidak segera melanjutkan tulisan saya yang menggantung. Begitu sudah sekian lama, harus dimulai menulis lagi, maka saya bingung. Karena sesaat setelah saya menghentikan alir tulisan saya tanpa memberi lagi keterangan mengenai ide selanjutnya, maka saya seakan kehilangan mata rantai penyambung. Simpul itu mustahil terkait, dan tulisan itu susah untuk dilanjutkan. Unless i have a new idea untuk mengeles dan membelokkan alur dari apapun yang dulu pernah saya tulis.
Ini contoh realnya :
tertulis di draft blog ini pada tanggal 17 Desember 2009, tulisan yang saya buat di akhir semester pertama kelas 3 SMA, judulnya : Desember 2034, Lihat Saja Nanti !
saya sendiri yang menulis bingung, memang di Desember 2034 apa yang bakal saya perlihatkan untuk dunia? Bingung dan bertanya-tanya akhirnya saya klik dan saya mulai membaca ulang tulisan yang ngendon hampir 4 tahun di draft blog (untung blogger tidak pakai acara gulung tikar, atau saya akan kehilangan calon-calon tulisan keren, hehe) dan inilah isinya :
Siapapun pasti pernah terusik untuk membayangkan jadi apa mereka berpuluh-puluh tahun kedepan. Jangankan kita yang sudah dewasa, gadis kecil berkuncir kuda pun pasti akan menjawab mantap dengan sebutan yang kedengarannya seperti 'dokter' ketika ditanya ingin menjadi apakah kelak ia di masa depan.
Tapi, bagaimanakah dengan orang-orang yang sudah 'berada di masa depan'? Tentu yang dimaksud di sini adalah mereka yang usianya tinggal satu dekade ke arah setengah abad, atau lebih. Apakah masih penasaran dengan masa depan mereka, menjalani dengan biasa saja tanpa berfikir ke depan atau kebelakang, atau mungkin ingin sekali kembali ke masa-masa remaja?
Untukku, biarkan saja itu menjadi rahasia waktu, yang kan terkuak tirainya seiring guratan kerut usia.
Pikirkan kembali semua pertanyaan itu nanti.
Sekarang, biarlah aku bercerita sebuah kisah kekaguman, akan sesuatu yang 'borderless' istilahnya (ini saja kalau saya boleh meminjam istilah iklan salah satu brand alat elektronik yang menjual teve), yang tidak pernah terbatas oleh pertanyaan pertanyaan itu.
Pertengahan 80 mereka bertemu, Tika, gadis manis dengan rambut pendek sebahu dan Ali pria sederhana yang hendak menuntut ilmu.
Dibalut seragam putih biru lah mereka saling mengenal untuk kali pertama.Saling menukar nama, tempat tinggal dan asal pendidikan yang lalu.
Tahun pertama, setelah adaptasi dengan berbagai hal di wilayah baru, senyum, sapa, cerita, dan perhatian mulai dibagi.
Beranjak di tahun kedua, ruang kelas menjadi saksi pertemanan itu semakin nyata. Seorang gadis rajin dan pintar yang kerap kali menduduki peringkat pertama (siapa lagi kalau bukan Tika) selalu terlihat ceria bersama remaja lelaki yang suka bercanda itu (tentu dia-lah Ali)dan meski tahun ketiga mereka berpisah, silaturahmi itu tetap terasah.Segala hal yang mereka bisa bagi dan simpan, pasti mereka lakukan.
Ternyata nasib belum mau memisahkan mereka. Bangku lebih tinggi mereka duduki di tempat yang, lagi lagi sama. Sebuah sekolah menengah atas terfavorit di wilayah kecil nan damai, di kota mereka. Mimpi-mimpi itu terjalin lagi kali ini bertautannya lebih erat. Masa remaja yang lebih dewasa mengantarkan mereka pada arti-arti nyata hidup dan perjuangan.
Tak hanya di sekolah, tawa riang dan cerita yang dibagi mulai merambah ke rumah. Tempat tinggal Tika yang sangat sederhana tapi nyaman itu mulai dijamah. Ali kerap kali berkunjung ke sana, bukan meminjam catatan, tidak mengerjakan PR bersama, dan tidak pula....
Dan tidak pula apa? Tulisan itu terhenti begitu saja, mendadak dan tiba-tiba.
Saya pun lupa, have no idea, hilang ingatan dan amnesia
mengenai asal usul, ataupun asal, dan kelanjutan tulisan ini :(
Saya saja sempat terkena mental breakdown dan bertanya-tanya,
benar ini saya yang menulis? Haha
Tapi, hei, coba baca ulang quite lovely, kan?
Jelas, dulu dengan tulisan ini saya sedang ingin menuliskan tentang cinta dan masa depan. Ingin sok-sok bijak dengan mengait-kaitkan antara takdir dan kejelasan kehidupan mendatang.
Menurut tebakan saya, cerita ini dulu saya tulis berdasarkan kisah nyata seseorang yang dekat dengan saya. Tapi setelah saya pikir-pikir lama, saya tidak ingat punya orang dekat yang bermasa lalu seperti itu.
Nama Tika dan Ali pun *saya yakin* adalah nama samaran yang saya buat untuk menyebut dua sosok nyata yang sayangnya sekarang saya tidak ngeh mereka siapa.
Parah.
No comments:
Post a Comment
Silakan beri komentar =D