Hidup sendiri seperti kertas putih, pada awalnya. tak bisa ditebak, gambar seperti apakah yang akan tersuguh di sana. indah sekilas, tapi membosankan jika tak berwarna. lalu warna pun mulai datang, memoles, lembut dengan sapuan kuas. mencari warna-warna yang pas.
tapi terkadang susah itu muncul ketika harus memadu-padankan warna2 itu supaya pas -yang meski terkadang kontras dan tidak jelas-.
pernah berfikir sih, mau mencoba tak hanya mencoretkan berbagai warna dalam hidup, kalau bisa sih sekalian menyemprot dan mengguyurkan cat-cat warnanya. menjadikan itu sebagai analogi tantangan hidup. lagipula, apakah hidup harus terus menjadi sesuatu yang lurus-lurus? lantas di mana sense-nya?
huft, pada akhirnya pun pertanyaan retoris itu tertelan kembali.
tak jadi terburai di luar dinding tubuh ini.
sudah dua kali. ya dua kali. Allah membiarkan aku menjadi saksi hidup atas peristiwa yang seakan sengaja DIA perlihatkan. sebuah pelajaran yang tak terkatakan, hanya sirat-sirat hikmah penuh pembelajaran, tapi itu nyata...terlihat mata, terjangkau kaki berjalan dan itu...
itu membelit hati, penuh dengan emosi...dengan sepenggal rasa yang abstrak berantakan.
well, dua pelajaran ini sama, sama-sama penuh makna. sama-sama terjadi pada orang -entah kenapa, tidak pernah sebelumnya terbesit bahwa pelajaran ini akan datang dari dia- yang notabene punya kedudukan relasi yang sama denganku. mereka teman, mereka kakak.
dan ini sama-sama menggenangkan air mata..
masa kecilku berlalu dengan baik. di pematang sawah, menjaring yuyu-yuyu kecil got dekat rumah, bermain boy-boynan, jek-jekan, terjatuh saat yeye lompat tali, petak umpet menjelang maghrib, memainkan boneka barbie, berbagi kertas-kertas lucu berwarna dalam binder..dan banyak hal lainnya. sungguh bersyukur, semua itu kuhabiskan bersama mereka. ketika tak lebih dari usia seragam merah putih itu melekat pada tubuhku...
hingga masa remaja tanggung itu datang,
banyak hal berubah. wusss !!! sekejap saja pelataran komplek perumahan itu kosong. tak ada lagi suara bising kaki-kai menjejak tanah saat berlari petak umpet, tak ada lagi gelak tawa. hanya sesekali, kala akhir pekan datang, satu dua dari kami berkumpul, menghabiskan waktu di teras mushola atau di dalam studio musik. bercengkrama. berbagi.
tapi akhirnya aku sadar, sudah berbeda. mereka sudah benar-benar remaja. kakak-kakakku itu sudah remaja. hanya aku, yang paling muda diantara merekalah yang tersisa.
dan sekali lagi takdir berbaik hati memilihku, entah kenapa itu harus aku. ah iya, sebuah pertanyaanku yang tak terjawab.
waktu itu, dua smp, dalam saat classmeeting, seorang teman perngurus OSIS bertanya banyak tentangku. menuntutku menceritakan tentang kehidupanku. dan kuceritakan padanya, semuanya. dan dia tiba-tiba menceritakan hal yang sangat di luar topik pembicaraan kami. itu terjadi di bagian ketika aku menceritakan teman-temanku. dan darinyalah semua ini berawal. dia berkata :
"Tau nggak, ***** hamil. dan dia sedang diasingkan. supaya bisa melahirkan"
shock.
entah sedih, entah kaget. ada bagian dari hati ini yang merasa hampa. too confused too describe how it was feel. ada bulir bening menggenang....
tapi.....
kenapa harus aku yang tau? kenapa harus melalui aku? dari sekian banyak orang yang berada di sekelilingku, kenapa aku?? padahal berita ini benar-benar terkuak lebih dari tiga taun setelah informasi itu datang ke telingaku...
dan kasus saat itu pun tertutup. masih terlalu kecil untuk memahami. waktu itu, yang ada hanya pertanyaan2 memojokkanku padaNYA.
empat tahun berlalu, aku bukan lagi remaja tanggung. sudah ada di usia perbatasan. usia yang 'cukup' untuk menjemput kedewasaan.
dan sekali lagi DIA ingin menjelaskan padaku. ingin memberikan hikmah pelajaran itu. yang membuat weekendku sekali lagi penuh dengan air mata.
kejadian itu terulang, kembali menerpa seseorang yang sangat dekat, yang kupanggil mbak saat kecil dulu. my childhood friend!
kali ini empat tahun setelah dulu, air mata itu berarti banyak.
aku sudah paham. sudah sangat paham. sangat mengerti tetes air mata ibu yang saat itu juga menemani.
ibu ingin aku bercermin pada dua kejadian di sekelilingku. ibu ingin aku tak hanya mengambil pelajaran, tapi lebih lagi ibu ingin aku bersyukur, bersyukur dan terus menjaga diri. menjadi gadisnya yang qurata'ayun. menjadi gadis tangguh di zaman yang seperti ini. dan saat melihat permintaan itu, entah kenapa ada perasaan kuat di hati ini, bahwa aku tak kan pernah berani menyakitinya. tidak, jika ibu yang meminta demikian. na'udzubillah...
(berharap sangat pelajaran ini berharga untukku dan kesemuanya...)
tak jadi terburai di luar dinding tubuh ini.
sudah dua kali. ya dua kali. Allah membiarkan aku menjadi saksi hidup atas peristiwa yang seakan sengaja DIA perlihatkan. sebuah pelajaran yang tak terkatakan, hanya sirat-sirat hikmah penuh pembelajaran, tapi itu nyata...terlihat mata, terjangkau kaki berjalan dan itu...
itu membelit hati, penuh dengan emosi...dengan sepenggal rasa yang abstrak berantakan.
well, dua pelajaran ini sama, sama-sama penuh makna. sama-sama terjadi pada orang -entah kenapa, tidak pernah sebelumnya terbesit bahwa pelajaran ini akan datang dari dia- yang notabene punya kedudukan relasi yang sama denganku. mereka teman, mereka kakak.
dan ini sama-sama menggenangkan air mata..
masa kecilku berlalu dengan baik. di pematang sawah, menjaring yuyu-yuyu kecil got dekat rumah, bermain boy-boynan, jek-jekan, terjatuh saat yeye lompat tali, petak umpet menjelang maghrib, memainkan boneka barbie, berbagi kertas-kertas lucu berwarna dalam binder..dan banyak hal lainnya. sungguh bersyukur, semua itu kuhabiskan bersama mereka. ketika tak lebih dari usia seragam merah putih itu melekat pada tubuhku...
hingga masa remaja tanggung itu datang,
banyak hal berubah. wusss !!! sekejap saja pelataran komplek perumahan itu kosong. tak ada lagi suara bising kaki-kai menjejak tanah saat berlari petak umpet, tak ada lagi gelak tawa. hanya sesekali, kala akhir pekan datang, satu dua dari kami berkumpul, menghabiskan waktu di teras mushola atau di dalam studio musik. bercengkrama. berbagi.
tapi akhirnya aku sadar, sudah berbeda. mereka sudah benar-benar remaja. kakak-kakakku itu sudah remaja. hanya aku, yang paling muda diantara merekalah yang tersisa.
dan sekali lagi takdir berbaik hati memilihku, entah kenapa itu harus aku. ah iya, sebuah pertanyaanku yang tak terjawab.
waktu itu, dua smp, dalam saat classmeeting, seorang teman perngurus OSIS bertanya banyak tentangku. menuntutku menceritakan tentang kehidupanku. dan kuceritakan padanya, semuanya. dan dia tiba-tiba menceritakan hal yang sangat di luar topik pembicaraan kami. itu terjadi di bagian ketika aku menceritakan teman-temanku. dan darinyalah semua ini berawal. dia berkata :
"Tau nggak, ***** hamil. dan dia sedang diasingkan. supaya bisa melahirkan"
shock.
entah sedih, entah kaget. ada bagian dari hati ini yang merasa hampa. too confused too describe how it was feel. ada bulir bening menggenang....
tapi.....
kenapa harus aku yang tau? kenapa harus melalui aku? dari sekian banyak orang yang berada di sekelilingku, kenapa aku?? padahal berita ini benar-benar terkuak lebih dari tiga taun setelah informasi itu datang ke telingaku...
dan kasus saat itu pun tertutup. masih terlalu kecil untuk memahami. waktu itu, yang ada hanya pertanyaan2 memojokkanku padaNYA.
empat tahun berlalu, aku bukan lagi remaja tanggung. sudah ada di usia perbatasan. usia yang 'cukup' untuk menjemput kedewasaan.
dan sekali lagi DIA ingin menjelaskan padaku. ingin memberikan hikmah pelajaran itu. yang membuat weekendku sekali lagi penuh dengan air mata.
kejadian itu terulang, kembali menerpa seseorang yang sangat dekat, yang kupanggil mbak saat kecil dulu. my childhood friend!
kali ini empat tahun setelah dulu, air mata itu berarti banyak.
aku sudah paham. sudah sangat paham. sangat mengerti tetes air mata ibu yang saat itu juga menemani.
ibu ingin aku bercermin pada dua kejadian di sekelilingku. ibu ingin aku tak hanya mengambil pelajaran, tapi lebih lagi ibu ingin aku bersyukur, bersyukur dan terus menjaga diri. menjadi gadisnya yang qurata'ayun. menjadi gadis tangguh di zaman yang seperti ini. dan saat melihat permintaan itu, entah kenapa ada perasaan kuat di hati ini, bahwa aku tak kan pernah berani menyakitinya. tidak, jika ibu yang meminta demikian. na'udzubillah...
ah gadis,...
kau harusnya bagai mawar
yang indah dan berwangikan harum yang tersebar
ah, cantik...
harusnya kau tidak terlalu baik
punyalah duri untuk bisa mencabik
segala yang menurutmu sangat mengusik
ya, seperti mawar,
yang memiliki duri di tangkai batang-batangnya
bukan untuk menjadi gadis sok kuat,
tapi untuk menjaga sesuatu yang menjadikanmu bermartabat
kau harusnya bagai mawar
yang indah dan berwangikan harum yang tersebar
ah, cantik...
harusnya kau tidak terlalu baik
punyalah duri untuk bisa mencabik
segala yang menurutmu sangat mengusik
ya, seperti mawar,
yang memiliki duri di tangkai batang-batangnya
bukan untuk menjadi gadis sok kuat,
tapi untuk menjaga sesuatu yang menjadikanmu bermartabat
(berharap sangat pelajaran ini berharga untukku dan kesemuanya...)
belajar banyak
ReplyDelete